Tuesday, August 31, 2010

hanya ada aku

Malam ini untukmu khusus buatmu, di keramaian yang hampa, di tengah riuh mesin dan suara sumbang, disudut dinding putih beratapkan langit ditemani lilin kecil , malam ini hanya ada aku dan kamu, tanpa dia!... harapan ku, tapi selalu saja dirinya membayang-bayangi ku, mengingatkan keberadaan mu ditemani oleh nya meski ia jauh dan tak terlihat, dia membuat keluh lidah ini untuk mengucapkan kata suka,sayang,cinta dan kata "sahabat" adalah kata yg bisa menyembunyikan dan membiarkan rasa itu dipenjara, terikat tak berdaya dan tenggelam di makan waktu, malam itu...aku ucapkan "selamat ulang tahun"...

Aku tau semua ini salah, bahkan aku mengulangi kesalahan kedua kalinya dalam hidupku, tapi aku tak bisa berontak, hanya bisa pasrah dibunuh rasa salah,salah pernah menyayangi dan mencintaimu, andaikan yg pertama aku mampu melaluinya mungkin kamu tidak ada, tidak pernah dan tak kan pernah ada, tapi aku hanya manusia biasa, seorang pria yg ditakdirkan mencintai tapi tidak untuk dicintai. Aku hanya bisa bermimpi memiliki mu saat ini, berpura-pura menjadi sahabat berharap DIA melakukan kebodohannya dan membiarkan, melepaskan mu untukku...tapi hanya mimpi, hanya ada aku...tanpa kau dan dia, hanya ada aku...

Malam itu kau menantangku untuk membuktikan rasa diantara kita,kau yakin menang karena bersamanya, tapi aku berjuang sendiri menahan perih rasa terpendam dan membayangkan kau dan dia menikmati waktu berdua. Aku mampu bahkan aku sanggup menahan rasa perih ini untuk kedua kalinya, tapi saat ini hanya ada aku...tak ada yg lain,...hanya ada aku....

Ini semua hanya mimpi, berkali-kali aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa ini semua hanya mimpi, aku tak pantas untukmu, aku hanya jeda dari sebuah cerita cinta kau dan dia, tak ada aku diantara kalian, hanya ada aku sendiri disini...hanya ada aku...

Sahabatku, maafkan aku jika membuatmu kecewa, tapi ini kenyataan pahit yg harus kuterima, aku tak ingin terulang kedua kalinya, aku harus pergi dan menjauh diantara kalian, dia yang terbaik untukmu dan anggap aku tak pernah ada diantara kalian bahkan dicerita kehidupanmu. Sampaikan kepadanya (kekasihmu) bahwa aku meminta maaf untuk kesalahan yg kuperbuat karena pernah mencintaimu.

Hanya ada aku, tak ada kau dan dia, hanya ada ku...





By: Abdul Haris Marpaung

escape because of you (part 2)


Orang gila berkata kalau dia tidak gila. Baginya yang gila itu adalah mereka yang mengatakan dia gila. Bagi mereka sudah jelas-jelas dia yang gila karena mereka tidak gila. Untuk apa semua itu? Hanya mencari sebuah pengakuan dan status belaka agar punya tempat di muka bumi ini. Padahal di hadapan Tuhan semua itu sama saja bahkan tak ada artinya.

Di usia 17 tahun saat aku mengalami siklus keakuan yang bergejolak. Mulai mengenal lingkungan yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Berlomba-lomba dalam kata-kata untuk mencari pengakuan dini. Persaingan di sana-sini membuatku berpikir apa itu penting. Rasa ingin mengenal berbagai orang hebat menjadi candu tersendiri dalam diri ini. Yang membuatku heran adalah bagaimana bisa itu semua menguasaiku dalam sesaat?

Banyak yang aku korbankan. Aku tegaskan, ini bukan pengorbanan. Tapi, sensasi yang seolah-olah menjadi pengorbanan yang sia-sia. Sangat tidak berarti. Aku merasa sombong sejagat. Pernah sampai aku merasakan orgasme bagaimana menjadi Tuhan. Aku kutuk Dia sampai aku bosan. Apa peduliku dengan dosa kutuk mengutuk Dia. Dulu, yang aku pikirkan hanya “aku puas” dengan ketinggian pada tebing nafsuku. Santai tak bertepi, santai tak sesaat.

Aku ingat-ingat kembali bahwa saat itu aku sadar dengan semua keputusan. Aku belajar kembali untuk bersujud dan mengadah memohon. Tapi, mengapa hanya sesaat? 3 tahun dalam kepuraan-puraan untuk menyenangkan hati orang dan ingin dianggap hebat. Untuk apa semua itu? Sudah aku katakan, aku sering bermain-main dengan waktu hingga akhirnya menjadi seperti ini.

3 tahun dalam kepuraan-puraan yang aku campur menjadi sebuah pengkhianatan. Aku lakukan itu. Aku mencintai pengkhianatan pada saat itu. Tidak akan ada satu orang pun yang bisa menghalangiku dalam pengkhianatan besar atas nama manusia-manusia nafsuku dan juga Dia. Sekali, dua kali, tiga kali, ntah sudah berapa kali, tiada puasnya. Terus dan terus aku lakukan seperti aku menganggap begitulah hidupku yang seharusnya. Bagaimana bisa?

Pengkhianatan!!!
Aku berkhianat!!!
Itu yang aku inginkan, Dunia.

Aku katakan kepada perempuan itu, kira-kira saat itu aku berusia 20 tahun, aku ingin hidupku hancur sehancur-hancurnya. Dia berkata, lakukan saja. Sebelum dia mengatakan begitu, aku sudah melakukannya. Aku menjual diri dalam suara atas nama cinta dan Tuhan. Aku menipu tentang kebutuhan agar aku bisa bersenang-senang. Aku bersandiwara tentang air mata agar aku dibebaskan dari tuduhan. Aku melepaskan semua simbol agar aku bisa berlari terus meninggalkan Tuhan. Sangat menyenangkan.

Usia 21 tahun aku masih enggan meninggalkan pengkhianatan. Aku pikir aku masih ingin merasakannya lagi untuk yang terakhir kalinya. Setelah ini, pikirku, aku tidak bisa lagi merasakan pengkhiantanku yang bertubi-tubi itu lagi. Tuhan pun memberi kesempatan itu kembali dan aku pun tertawa penuh kemenangan.

Aku buntu. Tidak punya lagi tangan-tangan yang ingin memegangiku. Semua sudah tidak peduli dan akhirnya membenciku. Aku dianggap kecil oleh mereka. Seperti titik putih di dinding putih, tak dianggap ada. Aku berlari dalam kesendirianku untuk menghadapi sendiri yang selalu pasti. Aku terus berlari dan berlari hingga saat itu aku benar-benar jatuh.

“Jadilah cerminku walau pecahannya akan melukaiku..”
“Ya..”

Masih di usia 21 tahun, aku membuka pintu yang baru. Pintu yang sudah lama disuguhkan dengan tawaran yang sangat sederhana, melebur. Aku tinggalkan keping-keping luka yang membekas. Aku kumpulkan kembali remah-remah nafas kehidupan, melebur. Dunia itu akhirnya datang. Tapi, Tuhan masih mengujiku dengan kesukaanku yaitu pengkhianatan. Dia merayu dengan semua keindahan dari pengkhianatan. Sempat aku tergoda. Aku katakan kepadanya cukup ini yang terakhir kali aku menjual diriku dalam suara atas nama cinta dan namamu. Aku marah! Aku robek wujudmu yang selalu aku khayalkan. Aku katakan kepadamu kalau aku berhenti mencintaimu!

Kamu diam saja. Aku akhirnya diam juga sepertimu.

Saat aku ingin sembuh, saat itu lah kamu membalas dendammu kepadaku. Kamu kembalikan manusia-manusia itu dalam kehidupanku dengan membawa perbekalan agar bisa membunuhku. Aku tahu cara yang kamu pakai tapi aku tidak bisa lepas dari perangkapmu. Aku menangis, bukan kamu yang mendengarkannya. Aku ingin melepaskan renggutan pelukanmu, justru kamu semakin mencekikku. Aku ingin berlari, kamu menahanku dengan siksa batin. Aku mati rasa, kamu pun senang.

Ego yang sudah membesarkanku datang terus untuk menakut-nakutiku. Darinyalah aku mengalami perselisihan dengan dunia baruku. Dunia yang baru saja melebur dengan duniaku, tiba-tiba saja ingin pergi karena muak dengan sesuatu yang mengasuhku. Aku tidak ingin. Berkali-kali aku menghamba kepada dunia agar aku diberi kesempatan untuk belajar. Awalnya tidak, setelah dia diam akhirnya dunia mengiyakanku. Aku melebur kembali. Aku bernafas kembali. Saat itu aku sudah berusia 22 tahun.

Tiga kali aku lepas dari dunia, tiga kali aku ditariknya kembali, dan sekarang aku sembuh. Melepaskan sakit yang semakin sakit begitu saja. Aku dulu bermain-main dengan waktu. Sekarang aku membutuhkan waktu itu untuk menemaniku menjadi sahabat di kala egoku menggeliat.

Ini tanganku. Ini tangannya. Aku kembali kepada cinta dan juga Tuhan yang seharusnya aku pahami untuk membesarkan aku. Bagaimana bisa malam ini tanpa terasa air mata itu mengalir kembali? Air mata kebahagiaan yang bukan jatuh sendiri tapi ditemani oleh pelukan kasih. Malam ini, di saat aku berusia 22 tahun 9 bulan, aku merasakan sembuh yang meluruh bagai peluh. Aku bebas. Aku bebas. Aku bebas.

“Kebersamaan itu tidak akan pernah mati, Sayang.”




--TAMAT--

Saturday, August 28, 2010

escape because of you ( part 1)


Tiba-tiba aku merasa terkejut saat melihat kalender. Sudah banyak waktu berlalu. Kali ini aku bukan sedang mengingat tentang kematian. Tapi, tentang sudah seberapa jauh aku berlari dari kamu, dia dan mereka. Aku bukan berjalan, tapi berlari. Sebegitu pengecutnya aku kepada dunia karena terus bersembunyi dari yang ada.

Waktu kecil, tidak pernah terpikirkan olehku tentang aku yang sekarang. Sekarang, aku berpikir bahwa tidak mungkin bisa lagi mengubah masa lalu. Tentang masa depan, kondisinya sama dengan ketika waktu aku kecil yang tidak pernah terpikirkan bagaimana aku yang sekarang. Dan nanti di saat masa depan itu menjadi “sekarang”, tetap tidak bisa mengubah apa pun tentang aku yang sekarang yang nantinya menjadi masa lalu.

Aku. Bukan saatnya untuk berandai-andai dengan waktu. Sudah banyak yang berubah. Ada banyak yang masih aku ingat dari perjalanan panjangku. Tapi, bagian yang aku lupa pun juga ada banyak. Sekarang, aku ingin bagian yang tidak ingin aku ingat agar bisa aku lupakan. Dan aku akan sangat senang jika melakukannya dengan tanpa sadar.

Di usiaku yang 17 tahun, dulu, aku sedang mencoba untuk mengambil keputusan besar. Di saat itu lah aku sudah ditampakkan bagaimana konfrontasi itu akan terjadi, harus terjadi dan tidak harus akan terjadi. Keputusan yang pada saat itu aku yakini aku ambil dari hati tanpa ada pengaruh dari siapa pun. Dan sekarang, saat semua itu berlalu, aku berpikir bahwa pada saat itu aku mengambil keputusan bukan dari hati, tapi karena pengaruh dari orang lain.

Setiap mengingat tentang keputusan itu, aku merasa bahwa sepanjang usiaku ke depan yang dimulai dari 17 tahun itu akan terus dibayang-bayangi ntah sampai kapan kecuali aku melupakannya dengan tanpa sadar. Keputusan itu yang membuatku menjadi bukan siapa seharusnya aku menurutku. Tapi, siapa seharusnya aku menurut orang lain. Keputusan yang sudah mengenalkan aku bahwa dunia ini juga ada yang tidak nyata sehingga aku pun bermain di alamnya yang membuat aku luka yang tidak nyata. Aku yang sekarang tidak bisa mengubah masa lalu. Aku hanya bisa membiarkannya lewat begitu saja.

Aku “sakit”. Sudah banyak tangan manusia yang aku tarik agar mau memegangi kedua tanganku yang tak bisa berfungsi untuk menghadapi diri ini, terlepas begitu saja sesuai kemauanku. Aku tarik sedapat yang aku bisa. Tapi, setelah itu aku tidak mengerti mau aku apakan tangan-tangan manusia itu setelah bisa memegangi kedua tanganku. Karena aku tidak mengerti akhirnya aku lepas begitu saja tangan-tangan mereka dan kemudian aku mencari lagi tangan-tangan manusia yang lain. Sampai seterusnya hingga aku tetap tidak mengerti apa maksud dari semua yang sudah aku lakukan, tiba-tiba aku berhenti. Aku lelah mencari. Aku ingin dicari dengan tangan manusia yang seharusnya aku cari. Aku masih diam. Tidak bernafas mungkin. Aku tidak menyangka ternyata bukan tangan yang akan memegangi kedua tanganku, tapi duniaku yang akan saling melebur dengan dunianya. Bukan siapa-siapa, masih manusia. Hanya saja dia membawa dunia yang berbeda dibandingkan tangan-tangan manusia yang lain. Saat itu aku sudah berusia 22 tahun.

Jika aku menghitung waktu, ternyata aku sudah melewati 5 tahun yang penuh dengan keputusan berat. Padahal sebelum aku berusia 17 tahun pun aku punya perjalanan yang lain yang tidak bisa aku percaya tapi harus aku percaya karena sudah terjadi.

Usia 7 tahun yang begitu dini untuk berpikir jauh membuatku untuk terus berhadapan bahwa inilah permainan. Hidup itu adalah permainan. Aku tidak percaya bahwa sepanjang 10 tahun ke depan setelah usiaku 7 tahun, aku terus mempermainkan hidupku. Kali ini hanya hidupku. Lima tahun berikutnya kehidupan orang lain yang aku permainkan dengan tidak memperdulikan kehidupanku karena aku sudah mengambil keputusan di usia 17 tahun. Berapa tahun semuanya aku bermain-main dengan keputusan hidupku? 17 tahun.

Di saat aku “sakit” aku tidak bisa memaafkan diriku. Aku kira sekarang ini aku sudah hampir sembuh karena aku sudah mulai bisa memaafkan diriku. Aku tahu kalau bukan aku manusia yang paling menderita di dunia ini. Aku juga tidak menginginkan menjadi manusia yang menderita maka dari itu aku belajar untuk memaafkan. Kadang-kadang aku masih sering bermain-main dengan waktu sampai akhirnya aku tidak sadar waktulah yang mempermainkan aku. Untuk apa aku marah? Tidak ada guna. Akhirnya aku mengingat-ingat lagi keputusanku di usia 17 tahun.

Dunia yang melebur ke duniaku sampai sekarang masih tetap melebur. Kadang-kadang meledak dengan sendirinya saat aku mencoba-coba untuk bermain api.


Bersambung...

Friday, August 27, 2010

35 Extraordinarily Clever Examples of Toy Photography


Toy photography provides great opportunities for clever composition, creative lighting and a chance to really have some fun. When done right a photographer can breath life and personality into the inanimate objects being shot. I think these examples really reflect this.

Chris Mcveigh

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography


Brian McCarty

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography



Power Pee

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography


Jason Jerde

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography



Zelevole

Toy Photography

Toy Photographyl

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography



Sean Tubridy

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography

Toy Photography



Mishari Alreshaid

Toy Photography



Coral L.B.

Toy Photography

40 Masterful Examples of Photo Manipulation

Here is another round of inspiring photo manipulations. These images showcase some amazing technical skill and creativity. Why not give it a shot yourself and share your work in our TPA community portfolio.



Photo Manipulation


Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation





Photo Manipulation

Blog Archive